Sabtu, 01 Januari 2011

SEJARAH KOTA BOGOR, KOTA TUA PENUH INSPIRASI


Kota Bogor adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota ini terletak
54 km sebelah selatan Jakarta, dan wilayahnya berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor. Luasnya 21,56 km², dan jumlah penduduknya 834.000 jiwa (2003). Bogor dikenal dengan julukan kota hujan, karena memiliki curah hujan yang sangat tinggi. Kota Bogor terdiri atas 6 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah 68 kelurahan. Pada masa kolonial Belanda, Bogor dikenal dengan nama Buitenzorg (pengucapan: boit'n-zĂ´rkh", boeit'-) yang berarti "tanpa kecemasan" atau "aman tenteram".
Hari jadi Kabupaten Bogor dan Kota Bogor diperingati setiap tanggal 3 Juni, karena
tanggal 3 Juni 1482 merupakan hari penobatan Prabu Siliwangi sebagai raja dari Kerajaan Pajajaran.
Bogor (berarti "enau") telah lama dikenal dijadikan pusat pendidikan dan penelitian
pertanian nasional. Di sinilah berbagai lembaga dan balai-balai penelitian pertanian dan biologi berdiri sejak abad ke-19. Salah satunya yaitu, Institut Pertanian Bogor, berdiri sejak awal abad ke-20.
Kota Bogor terletak di antara 106°43’30”BT - 106°51’00”BT dan 30’30”LS – 6°41’00”LS serta mempunyai ketinggian rata-rata minimal 190 meter, maksimal 350 meter
dengan jarak dari ibu kota kurang lebih 60 km.
Kota Bogor mempunyai luas wilayah 118,5 km² dan mengalir beberapa sungai yang
permukaan airnya jauh di bawah permukaan dataran, yaitu: Ci (Sungai) Liwung, Ci Sadane, Ci Pakancilan, Ci Depit, Ci Parigi, dan Ci Balok. Topografi yang demikian menjadikan Kota Bogor relatif aman dari bahaya banjir alami.
Batas Wilayah Kota Bogor berbatasan dengan kecamatan-kecamatan dari Kabupaten Bogor sebagai berikut:
Utara Sukaraja, Bojonggede, dan Kemang Timur Sukaraja dan Ciawi Selatan Cijeruk dan Caringin Barat Kemang dan Dramaga Iklim, topografi, dan geografi Kota Bogor terletak pada ketinggian 190 sampai 330m dari permukaan laut. Udaranya relatif sejuk dengan suhu udara rata-rata setiap bulannya adalah 26 °C dan kelembaban udaranya kurang lebih 70%. Suhu rata-rata terendah di Bogor adalah 21,8 °C, paling sering terjadi pada Bulan Desember dan Januari. Arah mata angin dipengaruhi oleh angin muson. Bulan Mei sampai Maret dipengaruhi angin muson barat.
Kemiringan Kota Bogor berkisar antara 0–15% dan sebagian kecil daerahnya mempunyai
kemiringan antara 15–30%. Jenis tanah hampir di seluruh wilayah adalah latosol coklat
kemerahan dengan kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm dan tekstur tanah yang halus serta bersifat agak peka terhadap erosi. Bogor terletak pada kaki Gunung Salak dan Gunung Gede sehingga sangat kaya akan hujan orografi. Angin laut dari Laut Jawa yang membawa banyak uap air masuk ke pedalaman dan naik secara mendadak di wilayah Bogor sehingga uap air langsung terkondensasi dan menjadi hujan. Hampir setiap hari turun hujan di kota ini dalam setahun (70%)sehingga dijuluki "Kota Hujan". Keunikan iklim lokal ini dimanfaatkan oleh para perencana kolonial Belanda dengan menjadikan Bogor sebagai pusat penelitian botani dan pertanian, yang diteruskan hingga sekarang.
Kedudukan geografi Kota Bogor di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor serta lokasinya yang dekat dengan ibukota negara, Jakarta, membuatnya strategis dalam perkembangan dan pertumbuhan kegiatan ekonomi. Kebun Raya dan Istana Bogor merupakan tujuan wisata yang menarik. Kedudukan Bogor di antara jalur tujuan Puncak/Cianjur juga merupakan potensi strategis bagi pertumbuhan ekonomi.
Sejarah

Monumen Kujang, Bogor. Puncak monumen melambangkan senjata tradisional Bogor "Sang Kujang"
Abad kelima
Bogor ditilik dari sejarahnya adalah tempat berdirinya kerajaan pertama yang dikenal di Indonesia - Kerajaan Hindu Tarumanagara di abad kelima. Beberapa kerajaan lainnya lalu memilih untuk bermukim di tempat yang sama dikarenakan daerah pegunungannya yang secara alamiah membuat lokasi ini mudah untuk bertahan terhadap ancaman serangan, dan disaat yang sama adalah daerah yang subur serta memiliki akses yang mudah pada sentra-sentra perdagangan saat itu. Namun hingga kini, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh beberapa erkeolog ternam seperti Prof. Uka Tjandrasasmita, keberadaan tepat dan situs penting yang menyatakan eksistensi kerajaan tersebut, hingga kini masih belum ditemukan bukti otentiknya.
Kerajaan Pajajaran Di antara prasasti-prasasti yang ditemukan di Bogor tentang kerajaan-kerajaan yang silam, salah satu prasasti tahun 1533, menceritakan kekuasaan Raja Prabu Surawisesa dari Kerajaan Pajajaran, salah satu kerajaan yang paling berpengaruh di pulau Jawa. Prasasti ini dipercayai memiliki kekuatan gaib, keramat dan dilestarikan hingga sekarang.
Pakwan yang merupakan ibu kota pemerintahan Kerajaan Pajajaran diyakini terletak di Kota Bogor, dan menjadi pusat pemerintahan Prabu Siliwangi (Sri Baduga Maharaja Ratu Haji I Pakuan Pajajaran) yang dinobatkan pada 3 Juni 1482. Hari penobatannya ini diresmikan sebagai hari jadi Bogor pada tahun 1973 oleh DPRD Kabupaten dan Kota Bogor, dan diperingati setiap tahunnya hingga saat ini.[1]
Zaman Kolonial Belanda
Setelah penyerbuan tentara Banten, catatan mengenai Kota Pakuan hilang, dan baru ditemukan kembali oleh ekspedisi Belanda yang dipimpin oleh Scipio dan Riebeck pada tahun 1687. Mereka melakukan penelitian atas Prasasti Batutulis dan beberapa situs lainnya, dan menyimpulkan bahwa pusat pemerintahan Kerajaan Pajajaran terletak di Kota Bogor.
Pada tahun 1745, Gubernur Jenderal Gustaaf Willem baron van Imhoff membangun Istana
Bogor seiring dengan pembangunan Jalan Raya Daendels yang menghubungkan Batavia
dengan Bogor. Bogor direncanakan sebagai sebagai daerah pertanian dan tempat peristirahatan bagi Gubernur Jenderal. Dengan pembangunan-pembangunan ini, wilayah Bogor pun mulai berkembang. Setahun kemudian, van Imhoff menggabungkan sembilan distrik (Cisarua, Pondok Gede, Ciawi, Ciomas, Cijeruk, Sindang Barang, Balubur, Dramaga dan Kampung Baru) ke dalam satu pemerintahan yang disebut Regentschap Kampung Baru Buitenzorg. Di kawasan itu van Imhoff kemudian membangun sebuah Istana Gubernur Jenderal. Dalam perkembangan berikutnya, nama Buitenzorg dipakai untuk menunjuk wilayah Puncak, Telaga Warna, Megamendung, Ciliwung,Muara Cihideung, hingga puncak Gunung Salak, dan puncak Gunung Gede.
Kebun Raya Bogor Ketika VOC bangkrut pada awal abad kesembilan belas, wilayah nusantara dikuasai oleh Inggris di bawah kepemimpinan Gubernur Jendral Thomas Rafless yang merenovasi Istana Bogor dan membangun tanah di sekitarnya menjadi Kebun Raya (Botanical Garden). Di bawah Rafles,Bogor juga ditata menjadi tempat peristirahatan yang dikenal dengan nama Buitenzorg yang diambil dari nama salah satu spesies palem.
Hindia Belanda
Setelah pemerintahan kembali kepada pemerintah Belanda pada tahun 1903, terbit Undang-Undang Desentralisasi yang menggantikan sistem pemerintahan tradisional dengan sistem administrasi pemerintahan modern, yang menghasilkan Gemeente Buitenzorg. Pada tahun 1925, dibentuk provinsi Jawa Barat (provincie West Java) yang terdiri dari 5 karesidenan, 18 kabupaten dan kotapraja (stadsgemeente). Buitenzorg menjadi salah satu stadsgemeente.
Zaman Jepang
Pada masa pendudukan Jepang pada tahun 1942, pemerintahan Kota Bogor menjadi lemah
setelah pemerintahan dipusatkan pada tingkat karesidenan.
Pasca kemerdekaan Pada tahun 1950, Buitenzorg menjadi Kota Besar Bogor yang dibentuk berdasarkan Undang- Undang Republik Indonesia nomor 16 tahun 1950 Pada tahun 1957, nama pemerintahan diubah menjadi Kota Praja Bogor, sesuai Undang-Undang nomor 1 tahun 1957. Kota Praja Bogor berubah menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor, dengan Undang-Undang nomor 18 tahun 1965 dan Undang-Undang nomor 5 tahun 1974 Kotamadya Bogor berubah menjadi Kota Bogor pada tahun 1999 dengan berlakunya Undang-Undang nomor 22tahun 1999.

Wisata dan rekreasi
● Kebun Raya Bogor
Sebuah kebun penelitian besar yang terletak di Kota Bogor, Indonesia. Luasnya mencapai 80 hektar dan memiliki 15.000 jenis koleksi pohon dan tumbuhan. Saat ini Kebun Raya Bogor ramai dikunjungi sebagai tempat wisata, terutama hari Sabtu dan Minggu. Di sekitar Kebun Raya Bogor tersebar pusat-pusat keilmuan yaitu Herbarium Bogoriense,Museum Zoologi, dan IPB.

Wanita desa dipinggir kolam penghias Istana Bogor, oleh pematung Indonesia, Trubus
● Istana Bogor
Merupakan salah satu dari enam Istana Presiden Republik Indonesia yang mempunyai
keunikan tersendiri. Keunikan ini dikarenakan aspek historis, kebudayaan, dan fauna
yang menonjol. Salah satunya adalah adanya rusa-rusa yang indah yang didatangkan
langsung dari Nepal dan tetap terjaga dari dulu sampai sekarang.
● Prasasti Batu tulis
Merupakan prassati peniggalan jaman Kerajaan Padjadjaran yang ditulis dalam bahasa
Jawa kuno yang isinya menyebutkan Raja Pakuan Padjadjaran yang bernama Prabu
Purana dinobatkan kembali dengan nama Sri Paduka Maharaja Ratu Haji dalam tahun
yang tidak jelas karena ada huruf yang kosong, sehingga ada berbagai macam penafsuran
Prasasti ini disimpan di tepi jalan raya Batutulis, Bogor, sekitar 2 km dari pusat kota.
● CICO-Cimahpar Integrated Conservation Offices
Merupakan kawasan pendidikan dan konservasi dengan pendekatan kepada alam, terletak
di Kelurahan Cimahpar, Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor. Kawasan ini memiliki
beberapa fasilitas pendukung seperti gedung perkantoran, wisma, asrama (dormitory),
serta kebun buah, sayur dan tanaman obat. Tempat ini dilengkapi dengan fasilitas panjat tebing, kegiatan luar, dan area outbond. Kawasan ini didedikasikan untuk kepentingan
konservasi.
● Dramaga, Bogor
Terletak di bagian barat dari kota, tepatnya sekitar 12 Km dari pusat Kota Bogor.
Wilayah Dramaga merupakan sentra produksi manisan basah dan kering, baik itu dari
buah-buahan (pala, mangga, jambu batu, kemang, pepaya, kweni, salak, kedondong,
atau caruluk) maupun dari bahan sayuran (wortel, labu siam, pare, lobak, bligo, serta ubi jalar).
● Plaza Kapten Muslihat (Taman Topi)
Didalam Plaza Kapten Muslihat terdapat sebuah taman yang diberi nama Taman
Ade Irma Suryani, sebelumnya taman ini memiliki nama Taman Kebon Kembang
tempat orang berwisata, namun pada tahun 1980-an taman ini berubah fungsi menjadi
terminal angkutan kota karena letaknya yang strategis di muka Stasiun Bogor. Terminal
tersebut kemudian direnovasi menjadi Plaza Kapten Muslihat yang mengusung konsep
Bangunan berbentuk Topi, sehingga masyarakat pun menyebutnya dengan Taman Topi.
Pada saat itu Plaza Kapten Muslihat merupakan salah satu alternatif tempat berwisata
sebelum ledakan mal dan plaza melanda Bogor. Taman topi dilengkapi berbagai wahana
permainan namun pada sejak tahun 1994 sampai saat ini (tahun 2007) tempat ini
menjadi tidak terawat baik karena dikepung oleh pedagang kaki lima dan angkutan kota.
Didalamnya juga terdapat pula Pusat Informasi Kepariwisataan atau Tourist Information
Centre.
● Taman Kencana
Adalah sebuah taman kecil yang digunakan untuk tempat rekreasi anak-anak kecil, kaum
muda maupun orang tua yang melepas lelah setelah capai berjalan-jalan di lapangan
Sempur ataupun Kebun Raya. Taman ini ramai pada hari minggu saat para orang tua dan
anak-anak sedang libur. Dahulu di tengah Taman Kencana terdapat sebuah batu prasasti
buatan yang berbentuk elips dan berukuran ±2×2×2 meter. pada batu ini terdapat sebuah
tulisan dalam bahasa Indonesia tapi diukir menyerupai tulisan Sansekerta. hingga pada
akhirnya batu tersebut diangkat kira-kira antara tahun 2000 sampai 2005.
● Lapangan Sempur
Lapangan yang dahulu merupakan lahan kosong yang dipergunakan sebagai lapangan
upacara untuk memperingati HUT Republik Indonesia setiap tanggal 17 Agustus ini,
sekarang sudah dikelola oleh Dinas Pemakaman dan Pertamanan Kota Bogor. Lapangan
ini sekarang dijadikan sebagai tempat olah raga dan lapangan multifungsi. Di lapangan
ini terdapat wall-climb, lapangan basket, lapangan utama untuk bermain bola dan soft/
baseball, run-track, lapangan voli beralaskan pasir pantai, area untuk senam. Pada hari minggu tempat ini akan menjadi pasar dadakan, banyak pedagang makanan ataupun
alat-alat yang menggelar dagangannya disini setiap hari minggu. Lapangan ini kerap
digunakan untuk berbagai even musik.
● Rancamaya
● Puncak
Kawasan wisata perbukitan yang terletak disebelah timur kota Bogor, dikelilingi oleh
Gunung Gede dan Gunung Pangrango.
● Situ Gede atau Setu Gede
Danau kecil di barat laut kota Bogor, di tepi hutan penelitian Dramaga, Bogor.
● Kampung Jawa
● Gunung Bunder
● Gunung Pancar
● Gunung Gede
● Gunung Salak
● Situ Gede
Kolam renang
● The Jungle Water Park
Merupakan gelanggang renang terbesar di kota Bogor. Letaknya di sekitar Bogor
Nirwana Residence. Di The Jungle Water park terdapat sebuah pusat perbelanjaan yaitu
The Jungle Mall. Fasilitas di sana adalah waterboom dengan panjang kurang lebih 30-
40 m. Selain itu juga terdapat ember raksasa goyang, seluncur dengan ketinggian kurang lebih 15-20 m, rumah hantu, turangga-rangga, bioskop The Jungle (bioskop 4 dimensi).
● Marcopolo
Stasiun kereta dan bis
● Stasiun Bogor
Merupakan stasiun utama kota Bogor yang merupakan warisan dari zaman Belanda.
Dahulu sekitar tahun 1960-an stasiun ini melayani keberangkatan ke Yogyakarta melalui
Sukabumi dan Bandung.
● Baranang Siang
Tempat ibadah
● Mesjid Raya Bogor
● Gereja Katedhral
● Klenteng Hok Tek Bio
● Mesjid Agung Bogor
Museum dan perpustakaan
● Museum Etnobotani
Museum Etnobotani diresmikan pada tahun 1982 oleh Prof. DR. BJ. Habibie.
Didalamnya terdapat 2.000 artefak etnobotani dan berbagai diorama pemanfaatan flora.
● Museum Zoologi
Museum Zoologi didirikan pada tahun 1894 dengan nama Museum Zoologicum Bogoriensis.
● Herbarium Bogoriense
Terletak di Jalan Ir. H. Juanda, di sebelah Barat Kebun Raya Bogor. Di dalamnya
tersimpan dan dipamerkan berbagai jenis daun dan buah yang telah dikeringkan, berasal
dari berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri.
● Museum Tanah
Museum Tanah didirikan pada tanggal 29 September 1988. Museum ini merupakan
tempat penyimpanan jenis contoh tanah yang terdapat di Indonesia yang disajikan dalam
ukuran Kecil berupa makromonolit.
● Museum Pembela Tanah Air (PETA)
Didirikan pada tahun 1996 oleh Yayasan Perjuangan Yanah Air, dan diresmikan oleh
H. M. Soeharto (Presiden RI ke II).Didalamnya memuat 14 Diorama sebagai salah satu
bentuk perwujudan dalam perjalanan proses pergerakan kebangsaan terjadi ketika pada
tanggal 3 Oktober 1943 bertempat dibekas Kesatriaan tentara KNIL / Belanda, Pabaton
● Museum Perjuangan
● Perpustakaan Bogor.
Didirikan pada tahun 1842 di dalam lingkungan Kebun Raya Bogor oleh ahli botani
Belanda, Dr. J. Pierot. Koleksinya sekitar 300.000 jilid buku, 2.000 judul majalah ilmiah dan lebih dari 100.000 barang cetakan lainnya. Koleksinya meliputi buku-buku ilmu pengetahuan alam murni dan praktis, dengan mengutamakan biologi, yang diperoleh
dari hasil pertukaran dengan lembaga-lembaga ilmiah dan ahli-ahli botani dan biologi diseluruh dunia. Koleksi perpustakaan ini paling baik dan lengkap di Asia Tenggara.

1. Asal dan Arti Nama Bogor
Tah di dinya, ku andika adegkeun eta dayeuh (Di tempat itu, dirikanlah oleh mu sebuah kota) laju ngaranan Bogor (lalu berinama Bogor) sebab bogor teh hartina tunggul kaung (bogor artinya tunggul aren/enau) (tunggul=sisa tebangan pohon beserta akarnya)Ari tunggul kaung (Tunggul aren itu) emang geh euweuh hartina (memang tak ada artinya) euweuh soteh cek nu teu ngarti (Tak ada arti bagi yang tidak mengerti)
Ari sababna, sabab ngaran mudu Bogor (sebab nama mudu(?) Bogor) sabab bogor mah (sebab bogor itu)dijieun suluh teu daek hurung (dibuat kayu bakar tak mau membara) teu melepes tapi ngelun (tak padam tapi menyala yang tidak membara) haseupna teu mahi dipake muput (asapnya tak cukup untuk "muput"(muput=menghasilkan asap banyak yang salah satunya digunakan untuk mengusir nyamuk atau serangga lainnya)
Tapi amun dijieun tetengger (Tapi kalau dijadikan penyangga rumah) sanggup nungkulan windu kuat milangan mangsa (dua kalimat ini menunjukan ungkapan yang arti bebasnya "bisa bertahan lama". Mirip seperi ungkapan "tak lapuk kena hujan, tak lekang kena panas) Amun kadupak (kalau terpentok) mantak borok nu ngadupakna (bisa membuat luka/koreng yang terpentok) moal geuwat cageur tah inyana (membuat luka/koreng yang lama sembuhnya)Amun katajong? (kalau tertendang?) mantak bohak nu najongna (bisa melukai yang mendangnya) moal geuwat waras tah cokorna (kakinya bakalan lama sembuhnya)
Tapi, amun dijieun kekesed? (Tapi, kalau dibuat kesed?) sing nyaraho (harap semuanya tahu) isukan jaga pageto (besok atau lusa) bakal harudang pating kodongkang (bakal bangkit sambil merangkak (?)) nu ngarawah si calutak (menasehati yang tidak sopan)
Tah kitu! (begitulah) ngaranan ku andika eta dayeuh (berinama oleh mu itu kota) Dayeuh Bogor! (Kota Bogor) [Pantun Pa Cilong. "Ngadegna Dayeuh Pajajaran"(=berdirinya kota Pajajaran)]
Pantun di atas menjadi dasar yang paling kuat tentang kenapa nama kota itu dinamakan "Bogor". Seperti diketahui sampai saat ini ada empat pendapat tentang asal nama Bogor:
1. Berasal dari salah ucap orang Sunda untuk "Buitenzorg" yaitu nama resmi Bogor pada masa
penjajahan Belanda
2. Berasal dari "Baghar atau baqar" yang berarti sapi karena di dalam Kebun Raya ada sebuah patung sapi.
3. Berasal dari kata "Bokor" yaitu sejenis bakul logam tanpa alasan yang jelas
4. Asli bernama Bogor yang artinya "tunggul kawung" (enau atau aren)
Pendapat bahwa Bogor berasal dari "buitenzorg" adalah dugaan intelek yang mengira lidah orang Sunda sedemikian kakunya dengan mengambil perumpaman melesetnya "Batavia" menjadi "Batawi". Akan tetapi bila kita perhatikan bagaimana orang Sunda mengucapkan "sikenhes" untuk "ziekenhuis"
(rumah sakit" atau "bes" untuk "buis" (pipa) atau "boreh" untuk "boreg" (jaminan), maka berdasarkan gejala bahasa tersebut, seharusnya orang sunda melafalkan "buitenzorg" menjadi "betensoreh". Jadi dugaan "buitenzorg" menjadi Bogor terlalu dikira-kira.
Pendapat kedua ("baghar atau baqar") berdasarkan kenyataan adanya pengaruh bahasa Arab di daerah sekitar Pekojan. Orang Sunda akrab dengan bahasa Arab lewat agama Islam, akan tetapi belum pernah ada bunyi BA dari bahasa Arab menjadi BO. Selain itu, dugaannya mengandung kelemahan dari segi urutan waktu. Kata Bogor telah ada sebelum kebun raya dibuat, sedangkan arca sapi itu berasal dari kolam kuno Kotabatu yang dipindahkan ke dalam kebun raya oleh Dr. Frideriech dalam pertengahan abad 19.Pendapat ketiga (asal kata "bokor") juga mengandung kelemahan karena bokor itu sendiri adalah kata Sunda asli yang keasliannya cukup terjamin. Meskipun demikian, perubahan bunyi "K" menjadi "G" tanpa menimbulkan perubahan arti dapat ditemui pada kata "kumasep" dan "angkeuhan" yang sering diucapkan menjadi "gumasep" (merasa cakep/centil) dan "anggeuhan" (saya harus tanya orang tua dulu nich artinya :-)). Jadi bisa saja Bogor memang berasal dari Bokor. Akan tetapi, tak ada seorangpun yang biasa mengartikan "Bogor" sama dengan "bokor".
Pendapat keempat kita temukan dalam pantun Bogor yang sudah disebutkan diawal posting. Dalam lakon itu dikemukakan bahwa kata "bogor" berarti "tunggul kawung". Keadaan yang sama dapat ditemui pada nama tempat "Tunggilis" yang terletak di tepi jalan antara Cileungsi dengan Jonggol. Kata "tunggilis" berarti tunggul pinang yang secara kiasan diartikan menyendiri atau hidup sebatang kara.
Di Jawa Barat banyak tempat bernama Bogor, seperti yang bisa ditemukan di Sumedang dan Garut. Demikian pula di Jawa Tengah berdasar catatan Prof. Veth dalam buku "Java". Dengan demikian memang agak sulit menerima terori "buitenzorg", "baghar" dan "bokor".
Bogor selain berarti tunggul kawung, juga berarti daging pohon kawung yang biasa diajdikan sagu (di daerah Bekasi). Dalam bahasa Jawa "Bogor" berati pohon kawung dan kata kerja "dibogor" berarti disadap. Dalam bahasa Jawa Kuno, "pabogoran" berarti kebun kaeung. Dalam bahasa Sunda umum, menurut Coolsma, ?L"Bogor" berarti "droogetapte kawoeng" (pohon enau yang telah habis disadap)atau "bladerlooze en taklooze boom" (pohon yang tak berdaun dan tak bercabang). Jadi sama dengan pengertian kata "pugur" atau "pogor". Akan tetapi dalam bahasa Sunda "muguran dengan "mogoran" berbeda arti. Yang pertama dikenakan kepada pohon yang mulai berjatuhan daunnya karena menua, yang kedua berarti bermalam di rumah wanita dalam makna yang kurang susila. Pendapat desas-desus bahwa Bogor itu berarti "pamogoran" bisa dianggap terlalu iseng.
Nama Bogor dapat ditemui pada sebuah dokumen tertanggal 7 April 1752. Dalam dokumen tersebut tercantum nama Ngabei Raksacandra sebagai "hoofd van de negorij Bogor" (kepala kampung Bogor).Dalam tahun tersebut ibukota Kabupaten Bogor masih berkedudukan di Tanah Baru. Dua tahun kemudian, Bupati Demang Wirnata mengajukan permohonan kepada Gubernur Jacob Mossel agar diizinkan mendirikan rumah tempat tinggal di Sukahati di dekat "Buitenzorg". Kelak karena di depan rumah Bupati Bogor tersebut terdapat sebuah kolam besar (empang), maka nama "Sukahati" diganti menjadi "Empang".
Pada tahun 1752 tersebut, di Kota Bogor belum ada orang asing, kecuali Belanda. Kebun Raya sendiri baru didirikan tahun 1817 sehingga teori "arca sapi" tidak dapat diterima sebagai asal-usul nama Bogor.Letak Kampung Bogor yang awal itu di dalam Kebun Raya ada pada lokasi tanaman kaktus. Pasar yang didirikan pada lokasi kampung tersebut oleh penduduk disebut Pasar Bogor (papan nama "Pasar Baru Bogor" sebenarnya agak mengganggu rangkaian historis ini)

2. Asal dan Arti Nama Pakuan
Hampir secara umum penduduk Bogor mempunyai keyakinan bahwa Kota Bogor mempunyai hubungan lokatif dengan dan Pajajaran Kota Pakuan, ibukota Pajajaran. Asal-usul dan arti Pakuan terdapat dalam berbagai sumber. Di bawah ini adalah hasil penulusuran dari sumber-seumber tersebut berdasarkan urutan waktu: Carita (Cerita): Waruga Guru (1750-an). Dalam naskah berhasa Sunda kuno ini diterangkan bahwa nama Pakuan Pajajaran didasarkan bahwa di lokasi tersebut banyak terdapat pohon Pakujajar.
K.F. Holle (1869). Dalam tulisan berjudul "De Batoe Toelis te Buitenzorg" (Batutulis di Bogor), Holle menyebutkan bahwa di dekat Kota Bogor terdapat kampung bernama Cipaku (beserta sungai yang memiliki nama yang sama). Di sana banyak ditemukan pohon Paku. Jadi menurut Holle, nama Pakuan ada kaitannya dengan kehadiran CIpaku dan Pohon Paku. Pakuan Pajajaran berarti pohon paku yang berjajar ("op rijen staande pakoe bomen").
G.P. Rouffaer (1919) dalam "Encyclopedie van Niederlandsch Indie" edisi Stibbe tahun 1919. Pakuan mengandung pengertian "Paku", akan tetapi harus diartikan "paku jagat" ("spijker der wereld") yang melambangkan pribadi raja seperti pada gelar Paku Buwono dan Paku Alam. "Pakuan" menurut Fouffaer setara dengan "Maharaja". Kata "Pajajaran" diartikan sebagai "berdiri sejajar" atau "imbangan"("evenknie"). Yang dimaksudkan Rouffaer adalah berdiri sejajar atau seimbang dengan Majapahit. Sekalipun Rouffaer tidak merangkumkan arti Pakuan Pajajaran, namun dari uraiannya dapat disimpulkan bahwa Pakuan Pajajaran menurut pendapatnya berarti "Maharaja yang berdiri sejajar atau seimbang dengan (Maharaja) Majapahit". Ia sependapat dengan Hoesein Djajaningrat (1913) bahwa Pakuan Pajajaran didirikan tahun 1433.
R. Ng. Poerbatjaraka (1921). Dalam tulisan "De Batoe-Toelis bij Buitenzorg" (Batutulis dekat Bogor) ia menjelaskan bahwa kata "Pakuan" mestinya berasal dari bahasa Jawa kuno "pakwwan" yang kemudian dieja "pakwan" (satu "w", ini tertulis pada Prasasti Batutulis). Dalam lidah orang Sunda kata itu akan diucapkan "pakuan". Kata "pakwan" berarti kemah atau istaa. Jadi, Pakuan Pajajaran, menurut Poerbatjaraka, berarti "istana yang berjajar ("aanrijen staande hoven").
H. ten Dam (1957). Sebagai Insinyur Pertanian, Ten Dam ingin meneliti kehidupan sosial-ekonomi petani Jawa Barat dengan pendekatan awal segi perkembangan sejarah. Dalam tulisan "Verkenningen Rondom Padjadjaran" (Pengenalan sekitar Pajajaran), pengertian "Pakuan" ada hubungannya dengan "lingga"(tonggak) batu yang terpancang di sebelah prasasti Batutulis sebagai tanda kekuasaan. Ia mengingatkan bahwa dalam "carita Parahyangan" disebut-sebut tokoh Sang Haluwesi dan Sang Susuktunggal yang dianggapnya masih mempunyai pengertian "paku".Ia berpendapat bahwa "pakuan" bukanlah nama,melainkan kata benda umum yang berarti ibukota ("hoffstad") yang harus dibedakan dari keraton.Kata "pajajaran" ditinjaunya berdasarkan keadaan topografi. Ia merujuk laporan Kapiten Wikler (1690)yang memberitakan bahwa ia melintasi istana Pakuan di Pajajaran yang terletak antara Sungai Besar dengan Sungai Tanggerang (disebut juga Ciliwung dan Cisadane). Ten Dam menarik kesimpulan bahwa nama "Pajajaran" muncul karena untuk beberapa kilometer Ciliwung dan Cisadane mengalir sejajar. Jadi,Pakuan Pajajaran dalam pengertian Ten Dam adalah Pakuan di Pajajaran atau "Dayeuh Pajajaran".
Demikianlah tafsiran nama Pakuan Pajajaran menurut lima sumber. Nama resmi yang pernah digunakan
dalam sumber sejarah ada tiga, yaitu:
1. Pakuan Pajajaran (lengkap)
2. Pakuan (tanpa Pajajaran)
3. Pajajaran (tanpa Pakuan)
Ketiga sebutan itu dapat ditemukan dalam Prasasti Batutulis (nomor 1 & 2), sedangkan nomor 3 bisa dijumpai pada Prasasti Kabantenan di Bekasi.
Lantas, apa arti kata itu menurut orang Pajajaran sendiri? Dalam naskah "Carita Parahiyangan" ada kalimat berbunyi "Sang Susuktunggal, inyana nu nyieunna palangka Sriman Sriwacana Sri Baduga Maharajadiraja Ratu Haji di Pakwan Pajajaran nu mikadatwan Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati, inyana pakwan Sanghiyang Sri Ratu Dewata" (Sang Susuktunggal, dialah yang membuat tahta Sriman Sriwacana (untuk) Sri Baduga Maharaja Ratu Penguasa di Pakuan Pajajaran yang bersemayam di keraton Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati, yaitu pakuan Sanghiyang Sri Ratu Dewata).
Sanghiyang Sri Ratu Dewata adalah gelar lain untuk Sri Baduga. Jadi yang disebut "pakuan" itu adalah "kadaton" yang bernama Sri Bima dst. "Pakuan" adalah tempat tinggal untuk raja, biasa disebut keraton, kedaton atau istana. Jadi tafsiran Poerbatjaraka lah yang sejalan dengan arti yang dimaksud dalam "Carita Parahiyangan", yaitu "istana yang berjajar" Tafsiran tersebut lebih mendekati lagi bila dilihat nama istana yang cukup panjang tetapi terdiri atas nama-nama yang berdiri sendiri. Diperkirakan ada 5 bangunan keraton yang masing-masing bernama: Bima, Punta, Narayana, Madura dan Suradipati. Inilah mungkin yang biasa disebut dalam peristilahan klasik "panca persada" (lima keeraton). Suradipati adalah nama keraton induk. Hal ini dapat dibandingkan dengan nama-nama keraton lain, yaitu Surawisesa di Kawali, Surasowan di Banten dan Surakarta di Jayakarta pada masa silam.
Karena nama yang panjang itulah mungkin orang lebih senang meringkasnya, Pakuan Pajajaran atau Pakuan atau Pajajaran. Nama keraton dapat meluas menjadi nama ibukota dan akhirnya menjadi nama negara. Nama keraton Surakarta Hadiningrat dan Ngayogyakarta Hadiningrat, contohnya meluas menjadi nama ibukota dan nama daerah. Ngayogyakarta Hadiningrat dalam bahasa sehari-hari cukup disebut Yogya.
Pendapat Ten Dam (Pakuan = ibukota ) benar dalam penggunaan, tetapi salah dari segi semantik. Dalam laporan Tome Pires (1513) disebutkan bahwa bahwa ibukota kerajaan Sunda itu bernama "Dayo" (dayeuh) dan terletak di daerah pegunungan, dua hari perjalanan dari pelabuhan Kalapa di muara Ciliwung. Nama "Dayo" didengarnya dari penduduk atau pembesar Pelabuhan Kalapa. Jadi jelas, orang Pelabuhan Kalapa menggunakan kata "dayeuh" (bukan "pakuan") bila bermaksud menyebut ibukota. Dalam percakapan sehari-hari, digunakan kata "dayeuh", sedangkan dalam kesusastraan digunakan "pakuan" untuk menyebut ibukota kerajaan.Untuk praktisnya, dalam tulisan berikut digunakan "Pakuan" untuk nama ibukota dan "Pajajaran untuk nama negara, seperti kebiasaan masyarakat Jawa Barat sekarang ini. 


 by Awan on January 2nd 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Komentar Anda