Kamis, 14 April 2011

WISATA ALAM, ROHANI, PLUS WISATA KULINER DI MASJID ATTA'AWUN PUNCAK BOGOR


            Inilah yang menarik dari perjalanan untuk sekedar memenuhi hasrat hobby travelingku kali ini, wisata dengan 3 fasilitas istimewa sekaligus. Wisata alam, wisata rohani, dan wisata kuliner di Puncak Bogor.
          Perjalanan ini dimulai dari pusat kota Bogor, tepatnya pukul 09.30 WIB, dari sana aku bersama Alice, kekasih sekaligus teman hidupku memulai perjalanan menggunakan sepeda motor. Tidak banyak perbekalan yang kami bawa waktu itu, hanya sedikit minuman ringan, dan snack ala kadarnya. Perjalananpun kami tempuh tidak lebih dari 2 jam dari pusat kota Bogor (saat jam kantor), karena memang tujuan kami adalah Masjid Atta’awun di Puncak. Rute yang kami lewati sangatlah menantang dan menarik , dimulai dari pasar Ciawi yang terkenal akan kemacetannya, Pertigaan Gadog, Taman Safari, Taman Matahari, dan yang terakhir adalah Wisata Alam Gunung Mas.
Panorama alam yang disuguhkan dalam perjalanan sangatlah indah, di kanan dan kiri yang terlihat hanyalah bukit bukit dengan kebun tehnya yang sangat subur, kadang terlihat beberapa gantole terbang di atas kami, karena memang lanscape untuk daerah Puncak sangat memenuhi syarat untuk olahraga yang satu ini.
Akhirnya tibalah kami di Masjid Atta’awun pukul 11:05 WIB, terlambat 10 menit dari perkiraanku sebelumnya, karena mungkin terlalu asyik dengan pemandangan alam yang menghipnotisku di perjalanan tadi. Oke tidak mengapa, karena memang itu tujuan travelingku kali ini, Yupzz.. benar sekali, wisata alam.
Dari depan, bangunan masjid Atta’awun terlihat sangat anggun, berdiri diantara dua perbukitan, dan dikelilingi berhektar-hektar perkebunan teh. Tanpa menunggu  lebih lama lagi, kamipun masuk melewati pintu utama yang sudah dijaga oleh beberapa sekuriti dan petugas parkir. Di sana kami dicatat no polisi kendaraan dan membayar uang parkir sebesar Rp. 3000,-, Tidak ada biaya masuk lain yang dibebankan pada kami, kecuali ongkos parkir tadi. Dengan wajah berseri seri karena kami tak harus merogoh kocek lebih dalam lagi, kamipun memarkirkan sepeda motor di tempat yang telah disediakan, lalu bergegas menuju dalam masjid. Sebelum masuk ke dalam masjid, kami disuguhi lagi pemandangan taman dan kebun bunga yang khusus disediakan untuk pengunjung beristirahat ataupun sekedar mengabadikan momen-momen indah dengan berfoto di sekitar masjid.
Sambil menunggu azan Dzuhur, kami beberapa kali mengabadikan momen itu dengan berfoto berdua. Sampai suatu kali ada seorang turis asing dari United Kingdom meminta bantuan kepadaku untuk memfoto dirinya, ” excuse me, can you help me to take pictures?” katanya dalam bahasa Inggris.
Yes of course, be happy, please!”, jawabku.
Sambil sedikit bercanda akupun menanyakan tentang namanya ,tempat tinggalnya, dari mana dia berasal, bersama siapa dia ke sini, dan
how can you know this place? with whom you travel. you certainly are very happy to visit the area this bogor!”, tanyaku, yah... dengan sedikit gurauan.
Setelah mengambil beberapa fotonya, akupun tak ingin rugi, aku juga meminta kepadanya untuk berfoto bersama denganku. Alhasil, kita sama- sama diuntungkan, dia bisa dapatkan apa yang dia mau, begitu juga denganku, dapet foto bersama bule, memang kelihatannya ”norak abis”, namun memang ini kenyataannya, aku seorang pemburu bule, untuk diajak berfoto bareng tentunya.
Tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul 12:05 WIB, azanpun berkumandang, alunan nada yang terdengar panjang mengisyaratkan pada semua pengunjung masjid Atta’awun untuk bergegas mengambil air wudhu, begitu juga dengan kami, sebelum masuk kami menitipkan barang bawaan kami di tempat penitipan barang, dan lagi lagi di sini gratis, alias tidak dipungut biaya. Setelah itu aku menuju tempat khusus untuk berwudhu, Walaupun saat itu jam telah menunjukkan pukul 12:00, namun air yang digunakan untuk berwudhu sangatlah dingin, seperti air dalam kulkas kiranya. Berwudhu selesai, akupun  langsung masuk ke dalam ruangan masjid, yang terdiri dari dua lantai, lantai bawah untuk jamaah laki laki, sedangkan lantai atas dikhususkan untuk jamaah perempuan. Suasana di dalam masjid sangatlah berbeda, kesejukan yang semula hanya dapat kurasakan dalam tubuhku, kini  mulai merasuki pikiran dan hati. Kedamaian, dan ketenangan jiwa mulai kurasakan. Jiwa ini seakan terbawa terbang menghirup aroma surga.  
Sungguh luar biasa pesona kemegahan masjid Atta’awun yang dibangun pada tahun 1997 ini (kini dikelola oleh Yayasan Dharma Bhakti dan pembangunannya diprakarsai oleh R. Nuriana, Gubernur Jawa Barat saat itu sebagai antisipasi negatif lingkungan sekelilingnya), posisi Masjid Atta-Awun memang strategis  untuk disinggahi para musafir yang tengah melintasi jalur kawasan wisata pegunungan yang sejuk itu. Tegak disalah satu tonjolan persis dibibir ruas jalan raya puncak yang meliuk - liuk antara kota bogor dan cianjur, Atta_Awun tampil sebagai landmark baru di kawasan itu ( dan jujur saja), mengalahkan landmark lama sebagai tempat singgah, seperti puncak pass dan riung gunung.  Fisik bangunan masjid ini sendiri memang cantik dan asri. Terlebih dimalam hari. Sinar lampu dikubah dan taman lumayan benderang menembus kabut malam,sungguh menonjol diantara lekuk-lekuk kelam perbukitan teh.
Posisi masjid tepat berada di atas pelataran parkit. Ada trap- trap jalan berbatu kerikil rata untuk menuju bagian atas. Sebuah taman menghiasi lingkar latar depan masjid. Ada bangku berleha-leha sejenak. Terlebih pasangan-pasangan muda, mereka duduk-duduk sambil berbincang di bawah kabut malam atapun cahaya tipis matahari pagi, sambil menikmati panorama bukit-bukit diantara desir angin yang sejuk. Ada halaman parkir yang lumayan luas, dengan tenda-tenda pedagang di sekelilingnya, susu bandrek, jagung ataupun ubi bakar, dan banyak lagi. Juga pernak- pernik cendera mata tak bisa disangkal. Luasnya areal parkit inilah yang menjadi Masjid Atta-Awun banyak disinggahi orang. Tak cuma dijam - jam shalat lima waktu, bahkan sepanjang waktu, ada saja orang mampir untuk melemasakan kembali otot-otot kaki yang kaku setelah menempuh perjalanan dengan bermobil.
Keteduhan hati tentu saja akan lebih kita resapi disaf-saf masjid. Meninggalkan taman, akan kita temukan batas suci yang mengharuskan semua alas kaki dicopot. Tentu saja, tanpa pengumumanpun, semua pengunjung Atta-Awun otomatis mencopot dan menyimpan alas kaki di tempat penitipan. Karena untuk mencapai batas ruang masjid, kita mesti melewati cekungan jalan yang dilintasi parit kecil dengan air gunung yang mengalir di sepanjang waktu.Ujung celana ataupun kain panjang disingkapkan agar tidak tak basah saat kaki turun ngerobok  ke dalam air. Dingiiiin..........!! (itulah yang kurasakan waktu itu)